Langit kota Shanghai malam itu berlumuran bintang, atau setidaknya, itulah yang ingin dilihat oleh Aileen dari balik jendela apartemen mewahnya. Kilau lampu kota yang jauh lebih terang, ironisnya, justru mengingatkannya pada gemerlap kepalsuan yang pernah ia yakini sebagai cinta.
Tiga tahun lalu, nama Aileen Sanjaya berkibar di jagat media sosial. Foto-foto pre-weddingnya dengan David Li, pewaris tahta Li Corp, menjadi viral. Aileen, dengan gaun putih menjuntai dan senyum sempurna, tampak seperti putri dalam dongeng modern. David, dengan tatapan penuh cinta yang diarahkan padanya, seolah menjanjikan keabadian.
Namun, keabadian itu berumur pendek.
Beberapa hari sebelum pernikahan, sebuah video bocor. David, dalam pelukan mesra seorang model ternama, berbisik janji-janji yang persis sama dengan yang pernah ia ucapkan pada Aileen. Senyum Aileen yang sempurna itu hancur berkeping-keping. Pelukan David yang dulu terasa hangat, kini bagaikan racun yang membakar jiwanya. Janji-janjinya berubah menjadi belati yang menusuk jantungnya.
Aileen tidak menangis. Tidak berteriak. Ia hanya memutuskan untuk menghilang. Meninggalkan Shanghai, meninggalkan nama Sanjaya, dan memulai hidup baru di bawah identitas baru. Ia membangun karier dengan keuletan dan kecerdasannya, hingga menjadi seorang businesswoman yang disegani. Luka di hatinya? Ia sembunyikan dengan elegan di balik aura dingin dan profesional.
Kini, tiga tahun kemudian, nama Aileen kembali viral. Bukan karena skandal atau gosip. Melainkan karena sebuah komentar lama di salah satu foto pre-weddingnya dengan David. Komentar itu ia tinggalkan beberapa hari sebelum pengkhianatan itu terungkap. Komentar sederhana, namun kini terasa begitu pahit: "Tak sabar untuk memulai babak baru bersamamu, David. Selamanya."
Komentar itu di-repost dan dibanjiri komentar. Kebanyakan berisi simpati dan kutukan untuk David. Beberapa bahkan menyebut Aileen sebagai wanita yang terlalu baik untuk David.
Aileen membuka profil Instagram David. Ia melihat foto pernikahannya dengan sang model, yang kini tampak bahagia dengan seorang bayi di gendongannya. David tampak bahagia. Begitu bahagianyakah ia?
Aileen mengetik sebuah balasan di komentar lamanya: "Waktu memang obat yang mujarab. Terima kasih atas doanya, semuanya. Aku kini lebih bahagia dari yang pernah kubayangkan." Ia menyertakan foto dirinya yang tengah tersenyum, berdiri di depan kantor pusat perusahaan miliknya di New York. Senyum yang benar-benar tulus, bukan senyum sempurna yang dibuat-buat.
Balasan Aileen meledak. Berita tentang Aileen dan David kembali menghiasi semua media. Saham Li Corp anjlok. Sementara itu, saham perusahaan Aileen melonjak tinggi.
Beberapa hari kemudian, Aileen menerima email dari David. Isinya singkat: "Aileen, apa yang kau lakukan?"
Aileen membalas: "Aku hanya merebut apa yang seharusnya menjadi milikku. Kebahagiaan. Dan penyesalanmu."
Aileen mematikan ponselnya. Air mata menetes di pipinya, bukan karena kesedihan, melainkan karena rasa sakit yang memuakkan sekaligus melegakan. Balas dendam ini terasa manis dan pahit. Ia tidak menumpahkan darah, namun ia telah menghancurkan David dengan penyesalan abadi.
Di bawah langit Shanghai yang gelap, Aileen tahu bahwa cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama… kepedihan.
You Might Also Like: Kaleidoscope Extra Strength Miracle