Malam itu seperti selimut beludru hitam yang tak berujung. Salju turun dengan amarah bisu, setiap kepingannya menempel di tanah seperti kutukan yang membeku. Di tengah hamparan putih yang dinodai, DARAH merah menyala, sebuah deklarasi brutal di atas kanvas ketenangan. Darah miliknya, darah milik masa lalu yang kami coba kubur dalam-dalam.
Aku, Lin Wei, berdiri di ambang kuil leluhur keluarga Zhang, aroma dupa membakar kerongkongan dan mataku. Aroma yang seharusnya menenangkan, namun malam ini hanya menguatkan rasa pahit di lidahku. Di hadapanku, Zhang He, pria yang seharusnya menjadi suamiku, terbaring di atas salju yang ternoda. Matanya menatap kosong ke langit, jiwanya telah pergi.
Dulu, aku mencintainya dengan segenap hatiku. Cinta yang mekar di tengah musim semi, cinta yang kubayangkan akan abadi seperti gunung-gunung di sekeliling kami. Namun, musim semi itu tak pernah kembali. Kebencian tumbuh subur di tanah yang dulu subur akan cinta, dipupuk oleh rahasia yang disembunyikan keluarga Zhang. Rahasia tentang kematian ayahku, rahasia tentang pengkhianatan, rahasia tentang IBU yang kupercaya telah tiada.
"Kau tahu, Lin Wei," bisik Zhang He suatu malam, di bawah rembulan pucat yang sama, sebelum aku membunuhnya. Suaranya serak, penuh penyesalan. "Keluargaku... mereka tidak menginginkanmu. Mereka tahu, darahmu adalah DARAH PEMBALASAN."
Kata-katanya bagai belati dingin yang menusuk jantungku. Ibuku, ternyata masih hidup, disembunyikan dan diperalat oleh keluarga Zhang untuk melanggengkan kekuasaan. Dan kematian ayahku? Bukan kecelakaan, tapi pembunuhan terencana.
Air mata mengalir di pipiku, tercampur dengan abu dupa yang menempel di kulitku. Di hadapanku, terhampar bukti kejahatan mereka. Surat-surat tua, dokumen perjanjian busuk, dan foto-foto yang menceritakan kisah kelam keluarga Zhang. Kisah yang aku akan pastikan berakhir.
Aku mengangkat pedangku, Shun Tian, pusaka keluarga Lin. Pedang yang haus akan keadilan, pedang yang akan menorehkan dendamku di setiap jiwa yang terlibat. Aku ingat janjiku di atas abu kremasi ayahku: AKU AKAN MEMBALAS DENDAM!
Balas dendamku bukan raungan amarah yang membabi buta. Bukan ledakan emosi yang tak terkendali. Balas dendamku adalah sungai es yang mengalir tenang, menghanyutkan setiap hambatan yang menghalangi jalannya. Aku telah menghancurkan bisnis mereka, merusak reputasi mereka, dan sekarang, aku telah mengambil nyawa pewaris mereka.
Aku menatap tubuh Zhang He sekali lagi. Tidak ada penyesalan. Hanya kepuasan dingin. Balasan dari hati yang terlalu lama menunggu.
Aku berbalik, meninggalkan kuil leluhur yang ternoda darah. Salju terus turun, menutupi jejak kakiku, menutupi jejak pembantaian. Aku berjalan menuju kegelapan, tahu bahwa ini hanyalah permulaan. Keluarga Zhang akan merasakan derita yang tak terbayangkan.
Angin dingin berbisik di telingaku, membawa aroma dupa dan kematian. Aku tersenyum tipis, merasa bebas. Bebas dari cinta, bebas dari harapan, bebas dari belas kasihan.
Malam semakin larut, dan di kejauhan, aku mendengar suara lolongan serigala yang memilukan, seolah meratapi tragedi yang akan datang...
Mereka seharusnya takut pada hembusan napasku, karena napas itu adalah kematian.
You Might Also Like: 0895403292432 Jual Skincare Dengan_30