Drama Populer: Tangisan Yang Mengubur Nama Kita



Mentari senja menorehkan garis-garis jingga di atas Kota Chang'an. Dua siluet berdiri di puncak Paviliun Angin, memandangi hamparan kota yang gemerlap. Mei Hua dan Lian Yu. Saudara seperguruan, sahabat karib, dan di mata dunia, sekutu yang tak terpisahkan.

Mei Hua, dengan gaun sutra merah menyala, menyunggingkan senyum tipis. "Lian Yu, ingatkah kau ketika kita berjanji akan menaklukkan dunia bersama?"

Lian Yu, dalam balutan jubah hitam yang menyerap cahaya, menjawab dengan suara berat. "Janji anak-anak, Mei Hua. Dunia terlalu kejam untuk janji polos."

Di balik kata-kata itu, tersembunyi bara api yang membara. Keduanya tahu, KEBAHAGIAAN mereka dibangun di atas fondasi rapuh, sebuah rahasia kelam yang mengikat mereka, sekaligus mengancam untuk menghancurkan.

"Kau tahu, Mei Hua," Lian Yu melanjutkan, matanya berkilat bagai obsidian, "sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Tapi bagaimana jika pemenang itu...berbohong?"

Mei Hua tergelak, suara renyahnya bagai pecahan kaca. "Kau menyiratkan sesuatu, Lian Yu? Jangan bertele-tele. Kita bukan sedang memainkan sandiwara istana."

Keduanya terikat oleh sumpah darah, dilahirkan dari takdir yang sama, namun dipisahkan oleh ambisi. Mei Hua adalah putri mahkota yang seharusnya mewarisi tahta. Lian Yu, anak haram yang terbuang, hanya bisa menyaksikan dari balik bayangan.

Namun, benih pengkhianatan telah lama ditanam. Ingatkah kita pada malam Festival Lentera, ketika api membakar paviliun kerajaan dan Pangeran Mahkota tewas? Kecelakaan, begitu kata mereka. Namun, Mei Hua melihat bayangan Lian Yu di antara kobaran api.

"Ayahku," bisik Mei Hua, suara seraknya mengiris udara. "Kau… kau membunuhnya."

Lian Yu tersenyum pahit. "Dia menghalangi jalanku. Jalan KITA."

Misteri perlahan terkuak. Kebenaran menyakitkan bagai racun mematikan. Lian Yu, yang selama ini menjadi perisai Mei Hua, ternyata adalah dalang di balik semua tragedi. Ia membunuh ayah Mei Hua, Pangeran Mahkota, bahkan ibu suri yang mencoba melindunginya. Semua demi ambisi pribadinya.

"Mengapa, Lian Yu? Mengapa kau mengkhianatiku?" tanya Mei Hua, air mata mulai membasahi pipinya.

"Pengkhianatan?" Lian Yu tertawa sinis. "Mei Hua, kau terlalu naif. Aku tidak mengkhianatimu. Aku hanya mengamankan masa depan yang seharusnya menjadi milikku. Tahta ini... seharusnya menjadi milikku sejak awal!"

Balas dendam tak terhindarkan. Mei Hua mencabut belati tersembunyi di balik gaunnya. Mata mereka bertemu, dipenuhi kebencian dan rasa sakit. Pertarungan dimulai. Pedang berdenting, langkah kaki berpacu dengan detak jantung yang menggila.

Di akhir pertarungan, keduanya terhuyung, terluka parah. Lian Yu terbaring di tanah, darah membasahi jubah hitamnya. Mei Hua berdiri di atasnya, belati berlumuran darah di tangannya.

"Kau… gagal, Lian Yu," desis Mei Hua.

Lian Yu mendongak, bibirnya berlumuran darah. "Aku mungkin gagal merebut tahta, Mei Hua. Tapi aku berhasil menghancurkan hatimu."

Mei Hua mengayunkan belatinya, mengakhiri hidup Lian Yu. Namun, kemenangan itu terasa pahit, bagai abu di lidahnya. Ia tahu, ia telah membunuh bukan hanya pengkhianat, tapi juga bagian dari dirinya.

Sebelum kegelapan menelannya, Lian Yu berbisik, sebuah pengakuan terakhir yang menghantui. "Sebenarnya… aku mencintaimu, Mei Hua."

You Might Also Like: Unlock Sweetest Cookie Empires Convert

Post a Comment

Previous Post Next Post